Mulai berlangganan untuk menerima kabar terbaru secara gratis! Klik disini

Ketika Harga Naik, Siapa yang Kabur Duluan?


Kadang Harga Naik Bukan Soal Uang, Tapi Soal Rasa

Pernah ngalamin harga es kopi langganan naik dua ribu? Rasanya langsung males beli. Tapi anehnya, waktu harga bensin naik jumlah yang sama, kamu tetap isi full tank. Kenapa? Karena ternyata kita gak cuma mikirin uang, kita mikirin pilihan. Dan itulah yang coba dijelaskan oleh konsep ekonomi yang satu ini: elastisitas.

Elastisitas itu cara ekonomi bilang, “seberapa sensitif kamu terhadap perubahan harga?” Kalau harga naik dan pembeli langsung kabur, berarti produkmu elastis. Tapi kalau tetap dibeli walau harganya melambung, produkmu tergolong inelastis. Simpelnya, ini soal sejauh mana orang rela bertahan.

Jenis Produk Menentukan Seberapa Gampang Ditinggal

Nggak semua barang diperlakukan sama di mata konsumen. Ada yang gampang ditinggal, ada yang tetap dipeluk erat meski makin mahal.

Ciri-ciri produk elastis dan inelastis:

  • Barang elastis biasanya punya banyak pengganti: kopi kekinian, snack, atau aksesoris.

  • Barang inelastis biasanya barang kebutuhan pokok: listrik, pulsa, obat, BBM.

  • Produk elastis cenderung dikorbankan lebih dulu saat harga naik.

  • Produk inelastis akan tetap dibeli meski harga naik, karena orang merasa nggak punya pilihan.

Semakin gampang diganti, semakin rentan kehilangan pembeli. Tapi kalau kamu satu-satunya di pasar, kamu bisa bertahan walau harga naik.

Jangan Terlena, Pasar Bisa Berubah Kapan Saja

Satu hal penting: elastisitas itu bisa berubah. Hari ini produkmu inelastis karena kamu satu-satunya. Tapi besok? Bisa jadi muncul kompetitor yang lebih murah atau lebih keren. Dan tiba-tiba, konsumen nggak setia lagi.

Kamu nggak bisa cuma andalkan posisi sekarang. Pasar itu kayak air, selalu bergerak. Maka dari itu, penting untuk terus baca situasi. Jangan terlambat sadar sampai semuanya udah pergi.

Naikin Harga Boleh, Tapi Harus Tahu Timing dan Risikonya

Sebagai pengusaha, kamu pasti pengen untung lebih. Salah satu caranya, ya dengan naikin harga. Tapi keputusan ini nggak bisa asal. Kamu harus ngerti konteks: siapa pasar kamu, seberapa loyal mereka, dan apa yang bisa bikin mereka tetap bertahan.

Naikin harga di produk elastis sama aja kaya main api. Tapi kalau kamu paham titik psikologis konsumen, kamu bisa naikin harga tanpa bikin mereka lari. Dan itu bukan soal hoki, tapi soal strategi.

Pasar Nggak Selalu Logis, Tapi Selalu Jujur

Satu hal yang perlu kamu camkan: pasar itu nggak selalu rasional. Kadang mereka tetap beli barang mahal karena gengsi. Kadang mereka berhenti beli cuma karena rasa kecewa. Maka dari itu, kamu nggak bisa hanya mengandalkan data. Kamu juga harus belajar membaca rasa.

Harga itu bukan sekadar angka. Tapi cermin dari persepsi dan emosi manusia terhadap nilai yang kamu tawarkan.

Penutup

Elastisitas adalah cara kita memahami manusia lewat angka. Tapi di balik semua rumus dan grafik, ada cerita tentang pilihan, rasa takut kehilangan, dan kemampuan untuk berkata “nggak” saat harga tak lagi masuk akal.

Dan kalau kamu bisa membaca cerita itu lebih jeli dari yang lain, kamu nggak cuma akan jualan lebih baik. Kamu akan jadi pengusaha yang dipahami dan dihargai.

Perkenalkan Saya Brian Atmoko, CEO, Founder sekaligus Owner dari Tim Cokro Aksata Nusantara!